Contoh fungsi bahasa sebagai alat komunikasi adalah melalui sebuah percakapan yaitu sebagai berikut:
Pentas menggambarkan sebuah ruangan kelas waktu pagi hari. Tampak disana beberapa meja kursi, kurang begitu teratur rapi. Beberapa papan majalah dinding tersandar di dinding dan di meja.
Seorang pemuda pelajar sedang duduk di atas meja. Ia bersilang tangan. Pemuda itu Usui namanya. Ia adalah Pemimpin Redaksi majalah dinding itu. Sedangkan Misaki, Seketaris Redaksi, duduk di kursi. Waktu itu hari Minggu, Usui tampak kusut. Wajahnya muram. Ia belum mandi, hanya mencuci muka dan gosok gigi. Ia terburu-buru ke sekolah karena mendengar berita dari Hinata, Wakil Pimpinan Redaksi, bahwa majalah dinding itu dibreidel oleh Kepala Sekolah, gara-gara karikatur Ikkun mengejek Pak John, guru karate.
Seorang pelajar lainnya, Kaine, sedang menekuni buku. Ia adalah eseis yang mulai di kenal tulisan-tulisannya lewat majalah dinding itu.
Usui : Kaine
Kaine : Ya!
Usui : Kau ada waktu nanti sore?
Kaine : Ada apa seh?
Usui : Aku perlu bantuanmu menyusun surat protes itu.
Misaki : Kurasa tak ada gunanya kita protes. Kita sudah kalah. Bagi kita, Kepala sekolah kita bukan guru lagi. Bukan pendidik. Ia berlaga penguasa.
Kaine : Itu tafsiranmu, Misa . Menurut dia tindakannya itu mendidik.
Usui : Mendidik, tetapi mendidik pemberontak. Bukan mendidik anak-anaknya sendiri. Gila
Kaine : Masak begitu?
Usui :Kalau mendidik anaknya sendiri kan bukan begitu caranya.
Kaine : Tentu saja tidak.Ia bertindak dengan caranya sendiri.
Misaki : Sudalah. Kalau kalian menurut aku sebaiknya kita protes diam. Nanti, kalau sekolah kita tutup tahun, kita semua diam. Mau apa Pak Kepala Sekolah itu. kalau kita diam. Tenaga inti masuk staf redaksi semua.
Usui : Tapi masih ada satu bahaya.
Misaki : Bahaya?
Kaine : Nasib Ikkun, karikaturis kita itu?
Usui : Bisa jadi dia akan celaka.
Misaki : Lalu?
Usui : Kita harus selesaikan masalah ini.
Misaki : Caranya?
Usui : Kita harus buka front terbuka.
Misaki : Itu nggak taktis, Usui!
Usui : Habis,kalau maen gerilya kita kalah.
Kaine : Baik.Tapi front terbuka juga berbahaya.
Misaki : Orang luar bisa tahu.Sekolah cemar.
Kaine : Betul!
Misaki : Apakah sudah tidak ad jalan keluar lagi?Kita mati Kutu?
Kaine : Ada,tapi jangan gsusa-grusu. Kita harus ingat, ini buka perlawanan musuh. Kita berhadapan dengan orang tua kita sendiri. Jadi asal jangan membakar rumah, kalau marah.
Usui : Baik Filsuf ! Apa rencanamu?
Ikkun masuk. nafasnya terengah-engah. peluhnya berleleran.
Misaki : Kau dari mana, Ikkun?
Muthiah
21108391
3KB03
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Saturday, October 9, 2010
Berikanlah contoh fungsi bahasa sebagai alat komunikasi!
Contoh fungsi bahasa sebagai alat komunikasi adalah melalui sebuah percakapan yaitu sebagai berikut:
Pentas menggambarkan sebuah ruangan kelas waktu pagi hari. Tampak disana beberapa meja kursi, kurang begitu teratur rapi. Beberapa papan majalah dinding tersandar di dinding dan di meja.
Seorang pemuda pelajar sedang duduk di atas meja. Ia bersilang tangan. Pemuda itu Usui namanya. Ia adalah Pemimpin Redaksi majalah dinding itu. Sedangkan Misaki, Seketaris Redaksi, duduk di kursi. Waktu itu hari Minggu, Usui tampak kusut. Wajahnya muram. Ia belum mandi, hanya mencuci muka dan gosok gigi. Ia terburu-buru ke sekolah karena mendengar berita dari Hinata, Wakil Pimpinan Redaksi, bahwa majalah dinding itu dibreidel oleh Kepala Sekolah, gara-gara karikatur Ikkun mengejek Pak John, guru karate.
Seorang pelajar lainnya, Kaine, sedang menekuni buku. Ia adalah eseis yang mulai di kenal tulisan-tulisannya lewat majalah dinding itu.
Usui : Kaine
Kaine : Ya!
Usui : Kau ada waktu nanti sore?
Kaine : Ada apa seh?
Usui : Aku perlu bantuanmu menyusun surat protes itu.
Misaki : Kurasa tak ada gunanya kita protes. Kita sudah kalah. Bagi kita, Kepala sekolah kita bukan guru lagi. Bukan pendidik. Ia berlaga penguasa.
Kaine : Itu tafsiranmu, Misa . Menurut dia tindakannya itu mendidik.
Usui : Mendidik, tetapi mendidik pemberontak. Bukan mendidik anak-anaknya sendiri. Gila
Kaine : Masak begitu?
Usui :Kalau mendidik anaknya sendiri kan bukan begitu caranya.
Kaine : Tentu saja tidak.Ia bertindak dengan caranya sendiri.
Misaki : Sudalah. Kalau kalian menurut aku sebaiknya kita protes diam. Nanti, kalau sekolah kita tutup tahun, kita semua diam. Mau apa Pak Kepala Sekolah itu. kalau kita diam. Tenaga inti masuk staf redaksi semua.
Usui : Tapi masih ada satu bahaya.
Misaki : Bahaya?
Kaine : Nasib Ikkun, karikaturis kita itu?
Usui : Bisa jadi dia akan celaka.
Misaki : Lalu?
Usui : Kita harus selesaikan masalah ini.
Misaki : Caranya?
Usui : Kita harus buka front terbuka.
Misaki : Itu nggak taktis, Usui!
Usui : Habis,kalau maen gerilya kita kalah.
Kaine : Baik.Tapi front terbuka juga berbahaya.
Misaki : Orang luar bisa tahu.Sekolah cemar.
Kaine : Betul!
Misaki : Apakah sudah tidak ad jalan keluar lagi?Kita mati Kutu?
Kaine : Ada,tapi jangan gsusa-grusu. Kita harus ingat, ini buka perlawanan musuh. Kita berhadapan dengan orang tua kita sendiri. Jadi asal jangan membakar rumah, kalau marah.
Usui : Baik Filsuf ! Apa rencanamu?
Ikkun masuk. nafasnya terengah-engah. peluhnya berleleran.
Misaki : Kau dari mana, Ikkun?
Muthiah
21108391
3KB03
Pentas menggambarkan sebuah ruangan kelas waktu pagi hari. Tampak disana beberapa meja kursi, kurang begitu teratur rapi. Beberapa papan majalah dinding tersandar di dinding dan di meja.
Seorang pemuda pelajar sedang duduk di atas meja. Ia bersilang tangan. Pemuda itu Usui namanya. Ia adalah Pemimpin Redaksi majalah dinding itu. Sedangkan Misaki, Seketaris Redaksi, duduk di kursi. Waktu itu hari Minggu, Usui tampak kusut. Wajahnya muram. Ia belum mandi, hanya mencuci muka dan gosok gigi. Ia terburu-buru ke sekolah karena mendengar berita dari Hinata, Wakil Pimpinan Redaksi, bahwa majalah dinding itu dibreidel oleh Kepala Sekolah, gara-gara karikatur Ikkun mengejek Pak John, guru karate.
Seorang pelajar lainnya, Kaine, sedang menekuni buku. Ia adalah eseis yang mulai di kenal tulisan-tulisannya lewat majalah dinding itu.
Usui : Kaine
Kaine : Ya!
Usui : Kau ada waktu nanti sore?
Kaine : Ada apa seh?
Usui : Aku perlu bantuanmu menyusun surat protes itu.
Misaki : Kurasa tak ada gunanya kita protes. Kita sudah kalah. Bagi kita, Kepala sekolah kita bukan guru lagi. Bukan pendidik. Ia berlaga penguasa.
Kaine : Itu tafsiranmu, Misa . Menurut dia tindakannya itu mendidik.
Usui : Mendidik, tetapi mendidik pemberontak. Bukan mendidik anak-anaknya sendiri. Gila
Kaine : Masak begitu?
Usui :Kalau mendidik anaknya sendiri kan bukan begitu caranya.
Kaine : Tentu saja tidak.Ia bertindak dengan caranya sendiri.
Misaki : Sudalah. Kalau kalian menurut aku sebaiknya kita protes diam. Nanti, kalau sekolah kita tutup tahun, kita semua diam. Mau apa Pak Kepala Sekolah itu. kalau kita diam. Tenaga inti masuk staf redaksi semua.
Usui : Tapi masih ada satu bahaya.
Misaki : Bahaya?
Kaine : Nasib Ikkun, karikaturis kita itu?
Usui : Bisa jadi dia akan celaka.
Misaki : Lalu?
Usui : Kita harus selesaikan masalah ini.
Misaki : Caranya?
Usui : Kita harus buka front terbuka.
Misaki : Itu nggak taktis, Usui!
Usui : Habis,kalau maen gerilya kita kalah.
Kaine : Baik.Tapi front terbuka juga berbahaya.
Misaki : Orang luar bisa tahu.Sekolah cemar.
Kaine : Betul!
Misaki : Apakah sudah tidak ad jalan keluar lagi?Kita mati Kutu?
Kaine : Ada,tapi jangan gsusa-grusu. Kita harus ingat, ini buka perlawanan musuh. Kita berhadapan dengan orang tua kita sendiri. Jadi asal jangan membakar rumah, kalau marah.
Usui : Baik Filsuf ! Apa rencanamu?
Ikkun masuk. nafasnya terengah-engah. peluhnya berleleran.
Misaki : Kau dari mana, Ikkun?
Muthiah
21108391
3KB03
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment